RUMAH, bagian 4, ILMU YANG TAK BERTUAN

Table of Contents

 

Ali duduk di akar pohon besar, menggigit pisangnya perlahan. Sedangkan Vina duduk di seberangnya, memperhatikan wajah Ali yang kini lebih tenang.

“Enak juga ya,” ucap Vina memecah lengang, “pisang hutan, rasanya manis.

Ali mengangguk, tidak langsung menjawab. Ia memperhatikan sekelilingnya, membuka celah pepohonan, yang kadang-kadang sampai dihinggapi serangga.

"Vin," Vina menoleh. "Kamu pernah nggak, merasakan tubuhmu itu bukan hanya tubuhmu."

Vina mengerutkan dahi, “maksudmu?”

"Kamu seperti berjalan, berbicara, tapi ada suara-suara di dalam dirimu yang bukan milikmu. Sedih yang datang entah dari mana. Marah yang meledak padahal kamu sedang tidak memikirkan apa pun."

Vina menunduk, menggenggam pisangnya yang sudah setengah.

“Pernah,” ucap Vina lirih. "Ketika ibuku sakit keras. Aku jadi gampang meledak, padahal yang sakit bukan aku. Tapi ternyata, itu bukan hanya rasa takut kehilangan, Aku juga membawa amarah dari masa lalu yang belum sempat aku mengerti."

Ali mengangguk pelan. “Aku rasa itu terjadi sama banyak orang. Luka-luka yang tidak sempat ditangisi, nyangkut di tubuh orang lain. Seperti penyakit yang tidak terlihat."

Sebentar lagi, hanya terdengar serangga dan dedaunan yang jatuh.

“Kalau begitu,” Vina menimpali, “kita ini sedang menjemput luka-luka yang bukan milik kita ya?”

"Bukan buat menyembuhkan semuanya Vin, "tapi untuk memberikan suara mereka. Agar mereka tahu, bahwa mereka tidak sendiri. Agar mereka bisa pulang."

Vina mengangguk, sementara itu, matahari semakin tinggi, segera, mereka menghabiskan pisang-pisang itu, lalu berdiri, siap melanjutkan perjalanan, menuju bagian hutan yang lebih dalam.

 

 

Mereka berjalan melintasi sisi batu besar itu, melewati akar-akar pohon yang mencuat, berpilin satu sama lain. Semakin jauh mereka melangkah, kabut tipis mulai turun, seperti selimut yang perlahan ke tanah. Ali berhenti di sebuah tanah lapang yang tersembunyi di balik semak. Di tengahnya, berdiri sebuah pohon tua, batangnya bengkok, daunnya hitam keperakan., "Di sini," ucap Ali., Ia merentangkan catatan tua itu, memohon mulai mengucap mantra dari masa silam.

“Salam deke, jo PARAleluhur, ambo badim di talinan indaputuy.

Demi bumi dan langit, pakiya rabun pakiya maninjo. Ambo lalu sakatolalu, de nyampamg alam takambang menjadi guru. Sabab mandari pado ako, garo mandari pado harimau."

Mendadak, kalung yang Ali pegang mulai bersinar, cahaya putih keluar dari liontinnya. Awalnya tipis, tapi cahayanya semakin terang, memantul ke sekitar. Angin berhembus kencang, menghempas sekitar. Serangga dan hewan-hewan lainnya menjauh, seolah merasakan kekuatan besar yang tak terlihat.

Benar saja, dari cahaya itu, perlahan muncul kabut tipis, berwarna putih. Lalu dari kabut itu, keluarlah seekor Harimau putih, sebagai kelanjutan dari ilmu yang tak bertuan.

"GRRRAAAAAUUUUUUWWW!"

Suara harimau itu bergemuruh, bergema ke segala penjuru hutan, seakan menembus kepanikan dan ketidakberdayaan yang meliputi umat manusia. Tubuhnya megah, bulunya seputih salju, dengan corak keemasan yang berkilauan setiap kali cahaya menyentuhnya. Cakar dan taringnya bercahaya merah, matanya menyorot tajam, menyiratkan energi yang tak terbayangkan.

 

 

Vina melangkah mundur, wajahnya pucat. Ali menoleh, tersenyum menatap Vina.

"Jangan takut Vin, dia tidak jahat."

Vina mengangguk, kakinya masih bergetar. "Ada apa kau memanggilku?"

Harimau itu bicara, bukan lewat auman, tapi langsung merasuk ke kepala Ali dan Vina. Vina menelan ludah, belum terbiasa dengan situasi ini. Ali mengangguk pelan, "aku yakin, kau pasti sudah mengetahuinya, tentang wabah pandemi jiwa yang melanda umat manusia. Hingga saat ini, wabah itu terus menyebar, menyerang manusia dari dalam, dan jika dibiarkan, maka manusia akan musnah. Oleh karena itu, atas nama para Leluhur, aku datang meminta bantuanmu."

Harimau itu mengangguk, "aku tidak hanya tahu soal pandemi itu, tapi juga awal dari semuanya," harimau itu bicara, bergantian menatap Ali dan Vina. "Saat kalian kembali dari perjalanan lintas semesta, telah terjadi keretakan, terhadap salah satu dimensi yang kalian lewati, yaitu dimensi bayangan. Tempat di mana semua rasa yang tidak diinginkan dikurung.

Kesedihan, rasa sakit dan kecewa, kebencian, dendam dan amarah. Aku tidak sedang menyalahkan kalian atas perjalanan itu, karna perjalanan itu memang sudah ditakdirkan untuk kalian.

Tapi, yang menjadi masalahnya adalah manusia itu sendiri. Mereka yang memilih untuk mengubur, bukan memeluk. Mereka yang memilih untuk membuang, bukan menerima.

Bahkan cinta, perasaan yang diharapkan semua makhluk, bisa dibuang begitu saja oleh manusia. Dengan mengatas namakan sabar dan ikhlas, yang mereka kira mempunyai arti melepas dan menahan, padahal arti sebenarnya menerima dan memaafkan.

Mereka merasa diabaikan, mereka juga ingin, tinggal bersama, hidup berdampingan dengan rasa cinta dan bahagia.

 

 

Dan ketika waktu itu tiba, ketika dimensi yang mengurung mereka itu retak, semua rasa yang terabaikan berontak, berusaha merobek celah dimensi.

"Apa dimensi itu bisa diperbaiki?"

Ali bertanya, menatap sosok harimau putih. "Tentu saja bisa, Tapi, aku tidak akan mengambil peran penuh di sini. Kalianlah yang akan memperbaiki retakan itu, dan mengembalikan mereka ke tempat yang seharusnya.

"Apa yang harus kami lakukan?" Ali menimpali. "Dengar anak muda, sebenarnya, masing-masing dari kalian mempunyai segudang kemampuan yang belum disadari, salah satunya itu kau, yang mempunyai kekuatan penyerap, sedangkan gadis di sebelahmu mempunyai kekuatan penyembuh.

Kalian harus menyatukan kedua kekuatan itu, dengan melakukan bonding.

Tapi, kalian masih terlalu lemah untuk menggunakan kekuatan itu, jadi, untuk saat ini, aku yang akan menjadi wadah dari kekuatan kalian. Ali mengepalkan tinju, "yasudah, tunggu apa lagi, segera kita lakukan."

Harimau itu menggerung pelan, "tidak melupakan itu anak muda. Karna, untuk mencapai level bonding yang sempurna, dibutuhkan jiwa yang kuat, jiwa yang tidak menyimpan luka sedikitpun. Salah satu dari kalian, tetap harus berdamai dengan masa lalu."

 

 

 

"Apa itu aku?" Ali bertanya. "Bukan kau, tapi gadis yang berdiri di sebelahmu."

Ali menoleh, Vina menunduk, meremas jemari. "Vin," Ali menggetarkan pelan bahu Vina. Vina diam, perlahan, air matanya menetes. Ali menelan ludah, ia tidak menyangka, gadis yang menurutnya kuat, pemilik kekuatan regenerasi jiwa, menyimpan luka dari masa lalu.

Ali menggenggam tangan Vina erat-erat, berusaha menyerap luka batinnya. Sedetik, cahaya biru muncul dari tangan Ali. Kemudian, BRAKK, "ARRGH."

Vina mengangkat wajah, menatap Ali yang terpental, menutupi pepohonan, darah keluar dari mulut.

“AAALL,” Vina histeris sambil berlarian mendekati Ali. Al," Vina mengejutkan lengan Ali.

Ali menoleh, ia berusaha bangkit, dengan sigap, Vina membantu duduk. Napas Ali tersengal, wajahnya pucat, seakan energinya tersedot habis.

Harimau itu mendekat, ia menghentakan kakinya ke tubuh Ali. Bukan untuk menyerang, tapi untuk menyebarkan hawa murni ke tubuhnya.

 

"Sebenarnya apa yang terjadi?"

Vina bertanya sambil mengamati sosok harimau putih di hadapannya. "Kau baru saja mengalami luka dalam, anak muda. Beruntung luka itu tidak serius. "Siapa yang melakukan hal itu padaku?"

Harimau itu menggerung pelan, "siapa? Kau sendiri yang melakukannya. Aku tahu kau bermaksud baik, hendak menyerap luka batinnya.

Sayangnya tidak bisa, meski kau bisa menyerap luka semua orang, ada jiwa tertentu yang lukanya tidak bisa kau serap, dan salah satunya gadis muda ini. Kau tidak akan bisa menyerapnya, karna dia mempunyai kemampuan regeneratif, dan selama bertahun-tahun, kemampuan itu bekerja sendiri, menyulam setiap luka yang ia alami, dan membuat kemampuan itu tidak menerima campur tangan dari siapa pun, termasuk teknik penyerap luka.

Jadi, setiap kali kekuatanmu mencoba buat ikut campur dengan menyerap lukanya, kemampuan regeneratifnya akan melawan. Memanipulasi teknik yang kau gunakan, dan mengubah luka batin yang kau serap itu menjadi luka fisik, sedangkan, luka batin itu tetap ada di jiwa, sedikitpun tidak bisa kau serap.

 

Bersambung.

Penulis: Akbar Nugroho

Saluran WhatsApp: Manusia Silver

Admin Pemosting: Pendekar Kelana

 

Posting Komentar