Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Qurban, Nama Lain dari Kesanggupan untuk Peduli

  Disklaimer: Tulisan ini adalah keisengan saya karena merasa jenuh dengan beban dan deadline tugas UAS Matakuliah Manajemen Bencana. Pun, dengan matakuliah yang lain.   "Bencana tidak datang tiba-tiba. Ia dikirim pelan-pelan oleh kelalaian yang berlangsung terus-menerus."   Di kota yang tenang tapi rentan, di Yogyakarta yang selalu tampak akrab bagi kenangan dan juga kegelisahan, kami bertemu dengan wajah-wajah yang—kalau boleh dikatakan—sedang beribadah. Bukan di masjid, bukan pula dengan sejadah atau kitab suci, melainkan dengan cangkul di tangan, dengan bronjong di bahu, dan dengan tekad di dada. Mereka tak sedang menyembelih kambing. Tapi mereka sedang menyelamatkan hidup, yang tak kalah suci.   Idul Adha selalu datang dengan satu pesan lama yang tak habis ditafsirkan: qurban. Dalam pengertian paling purba, ia berarti pengorbanan. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, ia lebih dari itu—ia adalah kesanggupan untuk peduli. Untuk memberi bagian terbaik dari...

Madilog Skripsi

  Matahari hampir tenggelam di balik kampus, membelah langit yang berwarna jingga tua seperti sisa-sisa bara api. Di dalam ruangan diskusi perpustakaan, suasana memanas seperti tungku besi yang ditempa keras.   Sekar Pramudita mengetuk-ngetuk meja dengan jemari kurusnya. Ada kemarahan yang mencoba disembunyikan di balik suaranya yang tenang. "Interaksi sosial anak jalanan harus lebih diprioritaskan. Tanpa kasih sayang, mereka hanya tumbuh seperti ilalang di tanah gersang!"   Dwi Chintia Ana Putri terkekeh pendek, matanya sinis. "Sekar, kamu terlalu romantis. Tanpa kebijakan perlindungan anak, dunia akan terus menelan mereka, dan kasih sayang tidak akan cukup untuk mengubah sistem!"   Muhammad Yafid Rofiansyah menegakkan tubuhnya. Suaranya berat, seperti lempengan besi yang diseret di lantai. "Kalian berdua salah. Semua itu tidak berguna jika komunitas tidak memiliki pemimpin yang bisa menggerakkan perubahan nyata!"   Kuni Masyanah, yang s...